Sejarah Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat ini pertama kali muncul pada abad 14 M di Turkistan. Pencetusnya bernama Muhammad bin Muhammad Baha’udin al-Bukhari, yang kemudian mendapatkan gelar Syah Naqsyaband. Dia dilahirkan tahun 618 H dan meninggal tahun 719 H, atau hidup antara 1317-1389 M.(al-Mausu’ah al-Muyasaroh fi adyan wa madzahib, 1/260)
Aqidah dan Keyakinan Tarekat Naqsabandiyah
Bagian penting yang membedakan antara satu tarekat dengan tarekat yang lain adalah masalah aqidah. Setiap tarekat memiliki aqidah dan ritual ibadah yang menjadi andalan mereka. Berikut beberapa keyakianan dan aqidah yang dianut tarekat naqsabandiyah,Pertama, naqsabandiyah memiliki keyakinan bahwa pendiri tarekat pertama adalah Abu Bakr as-Shiddiq. Abu Bakr mengamalkan dzikir dan wirid naqsabandiyah, dengan mengkarantina diri untuk berdizkir dan tidak putus hingga masuk waktu subuh. Ketika itu banyak orang mencium bau daging panggang. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa itu adalah bau hati Abu Bakar karena saking banyaknya berdzikir kepada Allah. (Irgham al-Murid karya al-Kautsari, hlm. 30, simak Majalah Manar al-Huda, volume 16, hlm. 20).
Kedua, mereka berkeyakian bahwa orang yang tidak mengikuti tarekat naqsabandiyah, dia berada dalam bahaya agamanya. Dan doktrin semacam ini bisa dipastikan ada dalam setiap firqah dan aliran kepercayaan. Karena diantara metode untuk mengikat pengikutnya adalah dengan memastikan bahwa merekalah yang paling berhak dengan surga. (simak Nur al-Hidayah wa al-Urfan, hlm. 41)
Ketiga, pengikut naqsyabandiyah menyikapi para tokohnya yang sudah mati sebagaimana ketika layaknya orang hidup. Mereka istighatsah di kuburan tokohnya, meminta keputusan ke tokohnya, membaiat tokohnya yang sudah mati, bahkan menimba ilmu dari mereka. semuanya biasa mereka lakukan di kuburan tokohnya.
Mereka meyakini bahwa hubungan dengan Allah hanya bisa dilakukan melalui cara mendekatkan diri kepada mereka. Media yang mereka gunakan adalah foto tokohnya, atau membayangkan wajah tokohnya dalam imajinasi ketika mereka berdzikir kepada Allah.
Sarana hubungan semacam ini disebut ar-Rabithah.
Bagi naqsyabandiyah, mendekatkan diri kepada Allah melalui ar-Rabithah lebih kuat dibandingkan shalat 5 waktu yang dikerjakan kaum muslimin.Bahkan diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa syaikh naqsyabandiyah ada yang berupa binatang, seperti kuda, kucing, macan, lebah, atau elang. Dalam kitab Rasyahat ‘ain al-Hayat, dianyatakan,
وأما الحيوانات فلنا منهم شيوخ ، ومن شيوخنا الذين اعتمدت عليهم الفرس فإن عبادته عجيبة ، فما استطعت أن أتصف بعبادتهم
Terkait binatang, kami menegaskan bahwa diantara mereka ada yang
menjadi syaikh (guru). Diantara guru kami yang saya jadikan acuan adalah
kuda. Ibadahnya sangat menakjubkan. Saya tidak bisa menggambarkan
bagaimana ibadahnya. (Rasyahat A’in al-Hayat hlm. 133, Ali al-Harawi).Keempat, pembelaan Naqsyabandiyah terhadap ritual ar-Rabithah sangat kuat. hingga ketika mereka ditanya tentang dalil, mereka menegaskan, ritual Rabithah tidak butuh dalil.
على أنه لا يجب علينا الاستدلال على الرابطة الشريفة بدليل
لأن دليل من قلدناه من العلماء العاملين والأولياء العارفين كاف واف
بالمقصود
”Kami tidak wajib untuk mencari dalil tentang ritual Rabithah yang
mulia, karena dalil yang dimiliki oleh para ulama dan para wali
al-arifin yang kami ikuti, sudah cukup dan sesuai maksud.” (Nur
al-Hidayah wa al-Urfan, hlm. 37).Di halaman lain dari kitab Nur al-Hidayah, mereka menyatakan,
رؤية الشيخ تثمر ما يثمره الذكر، بل هي أشد تأثيرا من
الذكر، وقد كانت تربية النبي لأصحابه كذلك فكانوا يشتغلون برؤية طلعته
السعيدة وينتفعون بها أكثر مما ينتفعون بالأذكار
”Melihat Syaikh (dalam khayalan) membuahkan manfaat sebagaimana
layaknya dzikir. Bahkan lebih kuat pengaruhnya dari pada dzikir. Dulu
pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat juga
demikian. Sehingga para sahabat sibuk melihat penampakan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bahagia, dan mereka bisa mendapatkan
manfaat dengan bayangan itu, melebihi manfaat dzikir. (Nur al-Hidayah wa
al-Urfan, hlm. 51).Kelima, mereka meyakini bahwa as-Salikin (orang yang menempuh jalan tarekat), bisa melihat Allah dalam bentuk semua makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan, atau binatang. Bahkan Allah menampakkan diri dalam bentuk kuda. (al-Bahjah as-Saniyah, hlm. 6).
Menurut mereka, Allah terkadang berubah wujud dengan bentuk yang beraneka ragam.
Diantara mereka bahkan menyebutkan bahwa Allah juga melaksanakan shalat. (Kitab as-Sab’i Asrar fi Madarij al-Akhyar, Muhammad Ma’shum, hlm. 83).
Keenam, pengikut Naqsyabandiyah sangat meyakini kewalian pendirinya Bahauddin Naqsyaband. Dia dianggap memiliki banyak karomah. Diantara karomah Bahauddin, bahwa dia pernah menyuruh seseorang untuk mati, ”Matilah”, kemudian orang itu langsung mati. Kemudian dia hidupkan kembali, ”Hiduplah” lalu dia hidup kembali.
(al-Mawahib as-Sarmadiyah, hlm. 133 dan al-Anwar al-Qudsiyah, hlm. 137).
Ketujuh, Arwah Syaikh Naqsyabandiyah, langsung menuju Allah tanpa dicabut malaikat,
Abdullah ad-Dahlawi mengatakan,
أرواح عامة المؤمنين يقبضها ملك الموت وأما قبض أرواح خاصة الخاصة فلا دخل للملائكة فيها
Arwah manusia pada umumnya dicabut oleh malakul maut (malaikat
pencabut nyawa), sementara dicabutnya arwah ulama khusus, tidak berhak
malaikat mencabutnya. (al-Hadaiq al-Waradiyah, 213).Kedelapan, rumah Syaikh Naqsyaband layaknya kiblat yang wajib disucikan
Salah satu murid Syaikh Bahauddin Naqsyaband menceritakan,
أمرني الشيخ شادي أحد أجلاء أصحاب الشيخ بهاء الدين أن لا يمدّ أحدنا رجله إلى جهة يكون فيها الشيخ قدس الله سره
Syaikh Syadi – salah satu murid senior Bahauddin – menyuruhku agar
tidak selonjor kaki ke arah di mana Syaikh Bahauddin berada. (al-Hadaiq
al-Waradiyah, hlm. 140).“Suatu hari, aku mendatangi istana kaum Arifin (rumah Syaikh Bahauddin) untuk mengunjunginya. Sebelum sampai, sayapun berteduh di bawah pohon sambil tiduran. Tiba-tiba datang hewan dan menyengat kakiku dua kali. Akupun berdiri kesakitan. Kemudian aku tiduran lagi, dan binatang itu balik lagi. Akupun duduk dan merenung, hingga aku teringat nasehat Syaikh Syadi. Ternyata kakiku selonjor ke arah istana Arifin.” (al-Hadaiq al-Waradiyah, hlm. 140).
Kesembilan, diantara karomah tokoh Naqsyabandiyah, mereka bisa memindahkan penyakit dari satu orang ke benda lain.
Dalam kitab Jami’ Karamat al-Auliya dinyatakan,
وكان لعبيد الله أحرار ميزة عجيبة فكان عنده قوة ينقل بها المرض من شخص لآخر
Syaikh Ubaidilah Ahrar memiliki keistimewaan khusus, beliau memiliki
kekuatan bisa memindahkan penyakit dari seseorang ke benda lain. (Jami’
Karamat al-Auliya 2/236, al-Anwar al-Qudsiyah hlm. 177).
ونص الدهلوي على أن نقل المرض من كرامات مشايخ هذه الطريقة
Ad-Dahlawi menegaskan bahwa kemampuan memindahkan penyakit, termasuk
karamah para tokoh Tarekat ini. (Syifa al-Alil Tarjamah al-Qoul
al-Jamil, 104)
ويحكي الخاني أن تحمل المشايخ للأمراض ونقله إلى آخرين من عادة السادة أصحاب الطريقة
al-Khoni menegaskan, memindahkan penyakit ke orang lain, termasuk kebiasaan tokoh tarekat ini. (al-Hadaiq al-Waradiyah, 148)
Apakah benar semua itu bang
BalasHapus