Konsep Dasar Belajar
1 Pengertian Belajar
Untuk
memperoleh gambaran tentang pengertian belajar berikut akan dijelaskan pendapat
beberapa ahli:
1) Sartain (1973) mengartikannya sebagai “the process by which a relatively enduring
change in behavior accurs a resul of experience or practice” belajar merupakan
proses perubahan perilaku yang relatif tahan lama sebagai hasil dari
pengalaman.
2) Cronbach (1954) mengemukakan bahwa “learning is shown
by a change a behavior as result of experience”.
3) Whiherington (1950) mengartikan belajar sebagai suatu perubahan dalam kepribadian
sebagaimana dimanifestasikan dalam
perubahan penguasaan-penguasaan pola respon atau tingkah laku baru yang mungkin
berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan atau pemahaman (syamsui Yusuf,
2007).
4) Gagne (1984) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu
proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman
(Ratna Wills.D,1996).
5) Abin Syamsudin Makmum (2007) mengartikan belajar
sebagai suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan
praktik atau pengalaman tertentu.
Dalam beberapa pendapat ahli pendidikan tersebut bisa
dipahami bahwa belajar merupakan proses perubahan yang dialami individu atau
peserta didik stelah mendapatkan pengalaman.
Dalam proses belajar banyak unsur-unsur atau
elemen-elemen yang saling terkait didalamnya. Diantara dijelaskan oleh Cronbach
(M.Surya,1979 dalam, S.Yusuf,2007). Bahwa ada tujuh elemen dalam proses
belajar:
1) Tujuan
Perbuatan belajar dimulai, karena ada tujuan yang
ingin dicapai. Hal ini mengandung implikasi bahwa belajar itu akan berlangsung
dengan baik, bila pelajar atau peserta didik
menyadari secara jelas tentang tujuan yang akan dicapainya.
2) Kesiapan
Belajar akan berlangsung secara efisien, bila anak
didik memiliki kesiapan, baik kesiapan (kematangan) fisik maupun mental.
3) Situasi
Situasi dapat diartikan sebagai keseluruhan objek
(orang,benda,atau lambang) atau berbagai kemungkinan yang mempengaruhi tingkah
laku atau individu. Situasi belajar ini perlu diperhatikan, sebab anak didik
akan belajar dengan baik apabila situasi belajarnya kondusif (menunjang).
4) Interpretasi
Interpretasi dapat diartikan sebagai suatu proses
pengarahan perhatian kepada kegiatan-kegiatan situasi, menghubungkannya dengan
pengalaman-pengalaman masa lampau, kemudian meramalkan apa yang dapat dilakukan
dalam situasi tersebut dalam mencapai tujuan,
5) Respons (tindakan)
Setelah individu
(peserta didik) menafsirkan atau menginterpretasikan situasi yang
dihadapinya, kemudian memilih dan melakukan suatu tindakan yang dianggap paling
memadai untuk mencapai tujuannya.
6) Akibat
Akibat (konsekuensi) yang dialami individu setelah
melakukan tindakan terhadap situasi yang dihadapinya, mengkin berhasil
(mencapai tujuan yang diharapkan) atau gagal. Jika berhasil, dia akan merasa
puas, dan jika gagal dia akan merasa kecewa.
7) Reaksi terhadap kegagalan
Terdapat berbagai kemungkinan perilaku individu
terhadap kegagalan yang dialaminya, seperti : mengulang tindakannya dari awal,
berdiam diri, dan kompensasi.
Pendapat lain yang berhubungan dengan unsur-unsur yang
mempengaruhi belajar dikemukakan oleh Dollar dan Miller (S.Yusuf,2007), sebagai
berikut:
1) Motivasi ( drives ), siswa harus menghendaki sesuatu (
the leaner must want something );
2) Perhatian dan mengetahui sasaran (cue), siswa harus
memperhatikan sesuatu ( the leaner must notice something );
3) Usaha ( response), siswa harus melakukan sesuatu ( the
leaner must do something);
4) Evaluasi dan pemantapan (reinforcement), siswa harus
memperoleh sesuatu (the leaner must get something).
2 Manifestasi
Belajar
Berdasarkan konsep belajar sudah
dipahami bahwa dalam proses belajar akan terjadi perubahan perilaku individu
atau peserta didik. Perubahan itu bisa dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor. Manifestasi atau perwujudan dari perbuatan belajar banyak ragamnya
diantaranya adalah :
a) Kebiasaan
Kebiasaan dapat dipahami sebagai cara berprilaku
seseorang yang bersifat tetap atau seragam. Dalam belajar, setiap siswa atau
peserta didik yang telah mengalami proses belajar, maka kebiasaan-kebiasan akan
tampak berubah. Kebiasaan itu bisa bersifat positif dan negatif.
b) Keterampilan
Keterampilan merupakan kegiatan yang berhubungan
dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazim nampak dalam kegiatan
jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Syamsul Yusuf
(2007) memahami bahwa, keterampilan merupakan kemampuan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus dan
kesadaran intelektual yang tinggi. Untuk memperoleh keterampilan, seseorang
harus mempunyai pengetahuan tentang berbagai hal yang terkait dengan
keterampilan itu.
Disamping itu, menurut Reber ( M.Syah,2009 ),
keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks
tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil
tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik, melainkan juga
pengetahuan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi dan
memberdayakan orang secara tepat juga dianggap sebagai oaring terampil.
c) Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan
member arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan
telinga. Berkat pengalaman belajar, seseorang akan mempu mencapai pengamatan
yang benar-benar objektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah
akan menyebabkan pengertian yang salah pula. Contoh seorang anak baru pertama
kali mendengar radio akan mengira bahwa
penyiar benar-benar berada dalamkotak suara itu. Namun melalui belajar, lambat
laun akan diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya,
sedangkan penyiarnya jauh berada di studio (M.Syah,2009).
d) Asosiasi
Menurut Syamsul Yusuf (2007), asosiasi merupakan
kemampuan menghubungkan dua buah objek atau mempertautkan peransang (stimulus)
dengan respon (jawaban atau tindakan). Kemampuan asosiasi ini diperoleh
individu, bila dia telah memiliki pemahaman tentang pertautan antara
pengertian-pengertian, konsep-konsep, objek-objek, atau peristiwa yang ada
dalam dirinya secara logis.
e) Hafalan
Hafalan sangat terkait dengan daya ingatan, yaitu
kemampuan menerima, menyimpan, dan memproduksi ransangan, baik yang berupa
huruf, angka, lambang, maupun idea tau gagasan. Misalnya hafalan tentang syair,
peribahasa dll. Bisa dipahami bahwa siswa yang sudah mengalami proses belajar
akan bertambahnya simpanan materi dalam memori, serta meningkatnya kemampuan
untuk menghubungkan antar materi yang didapat.
f) Sikap
Dalam arti sempit, sikap adalah pandangan atau
kecenderungan mental, Menurut Bruno (1987), sikap (attitude) adalah
kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk
terhadap orang atau barang tertentu. Bisa dipahami bahwa terbentuknya sikap
merupakan bagian dari manifestasi belajar.
g) Inhibisi
Inhibisi dalam belajar depahami sebagi kesanggupan
siwa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih
atau melakukan tindakkan lainhya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan
lingkungannya (M.Syah,2009).
h) Apresiasi
Apresiasi
merupakan bentuk menifestasi belajar. Apresiasi dipahami sebagai kemampuan
individu untuk menghargai, menikmati sesuatu.. Misalnya menghargai karya-karya
seni, keindahan alam dan lainnya. Tingkat apresiasi seseorang tergantung pada
tingkat pengalaman belajarnya.
i) Berpikir Rasional
Bentuk
perwujudan perilaku belajar yang lain adalah berpikir rasional. Berpikir
rasional merupakan kemampuan menghubungkan sebab akibat, menganalisis masalah,
merumuskan hipotesis, dan merumuskan kesimpulan atau generalisasi dengan
menggunakan konsep-konsep atau pengertian-pengertian dasar berpikir rasional
terjadi dengan jalan mencari jawaban atas pertanyaan. 1) How (bagaimana) dan 2)
Why (mengapa).
3 Karakteristik
Perilaku Belajar
Abin Syamsudin Makmum
(2007), mengidentifikasi bebrapa cirri atau karakteristik perubahan yang
merupakan perilaku belajar.
a) Bahwa Perubahan Intensional
Perubahan
intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu dengan sengaja
dan disadari dilakukannya bukan secara kebetulan dengan demikian perubahan
karena kemantapan dan kematangan atau keletihan atau penyakit tidak bisa
dipandang sebagai perubahan akibat belajar.
b) Bahwa perubahan itu positif
Perubahan itu
positif, adal arti sesuai dengan yang diharapkan (normatif) atau criteria
keberhasilan baik dipandang dari siswa (tingkat abilitas dan bakat khususnya,
tugas perkembangan, dan sebagainya) maupun dari segi guru ( tuntutan masyarakat
orang dewasa sesuai dengan tingkat kulturnya).
c) Bahwa perubahan itu efektif
Perubahan
efektif artinya membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu
(setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat
diperlakukan dapat diproduksi dan dipergunakan.
4 Bentuk Dasar Aktivitas ( Perbuatan ) Belajar
Belajar
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan individu. Wujud aktivitas belajar itu
meliputi beberapa bentuk, seperti mendengarkan,melihat, mencium/membau, meraba,
menghafal dan membaca ( Syamsul Yusuf,2007 ).
a) Mendengarkan
Mendengarkan
berarti menyimak informasi dari luar yang disampaikan secara verbal. Melalui
pendengaran, individu dapat mengenal, membedakan, menghayati atau menikmati
berbagai suara (bunyi). Dalam proses belajar, anak didik memperoleh berbagai
informasi tentang ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral atau agama banyak diserap
atau diterima melalui pendengaran,
b) Memandang (melihat)
Setiap ransangan
visual memberi kesempatan kepada individu untuk belajar. Melalui pandangannya,
individu dapat mengenal warna, bentuk gerak, ukuran dan keindahan tentang
berbagai objek yang ada di lingkungannya . Dalam proses belajar, melalui
aktivitas ni anak dapat mengenal huruf, angka, lambang membedakan warna,
bentuk-bentuk benda , dan mengimitasi atau meniru.
c) Membau/mencium
Membau merupakan
aktivitas untuk mengenal ransangan dari luar melalui indra pencium. Melalui
aktivitas ini, individu dapat mengenal dan membedakan setiap bau objek yang ada
dilingkungannya.
d) Meraba/mencicipi
Meraba dan
mencicipi merupakan kegiatan sensoris, seperti halnya pada mendengarkan dan
memandang. Melalui rabaan, dapat mengenal sifat (keadaan) benda-benda
(halus-kasar), dingin-panas, bahka bagi tuna netra, mereka dapat menganal dan
membaca huruf dan angka bryle melalui proses rabaan. Sedangkan melalui cicipan,
individu dapat menganal rasanya suatu benda, seperti rasa manis, asin, pahit
dan masam.
e) Menghafal
Menghafal
merupakan kegiatan utuk menerima atau mencamkan ransangan dengan sengaja,
dikehendaki, atau dengan sungguh-sungguh. Untuk mempertinggi daya hafal ini
bisa digunakan tiga metode;metode G (metode keseluruhan), yaitu mengulang
berkali-kali dari awal sampai akhir, metode T (metode bagian) yaitu menghafal
bagian demi bagian, da metode V (metode campuran) yaitu dimulai dengan
bagian-bagian kemudian keseluruhan.
f) Membaca
Membaca dapat
diartikan sebagai perbuatan melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis,
baik dengan melisankannya atau hanya dalam hati. Membaca merupakan perbuatan
yang pokok, karena sumber ilmu pengetahuan tentang berbagai hal pada umumnya
terdapat dalam barang cetakan, seperti buku, majalah dll.
Senada dengan
paparan diatas, Spear (Samadi,1984;Syamsul Yusuf,2007) mengemukakan bahwa yang
termasuk perbuatan belajar itu adalah to observer (mengamati), to read
(membaca), to imitate (meniru), to try something theselves (mencoba sendiri
tentang sesuatu), to listen (mendengar), to follow direction (mengkuti
perintah).
2 Konsep Dasar Mengajar
1 Pengertian Mengajar
Secara umum, mengajar merupakan proses transformasi
pengetahuan ( knowledge) kepada seseorang. Namun secara lengkap akan dilihat
bebrapa pendapat dari ahli, sebagai berikut:
1. Arifin (1978) mendefinisikan mengajar sebagai “…suatu
rangkaian kegiatan penyampaian bahkan pelajaran kepada murid agar dapat
menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahkan pelajaran itu”.
2. Tyson dan Carol (1970), mendefinisikan mengajar
ialah...away working with students… a process of interaction…the teacher does
something to student; the students do something in return. Mengajar ialah
sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbale balik antara siwa dan guru yang
sama-sama aktif melakukan kegiatan.
3. Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah
“…suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar (M.Syah,2010)
Oemar Hamalik (2008) menyimpulkan dari beberapa
pendapat tentang makna nmengajar dalam 4 hal:
1) Menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid
di sekolah;
2) Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi
muda melalui lembaga pendidikan sekolah;
3) Mengajar adalah usaha mengorganisasi lingkungan
sehingga menciptakan kondisi belajar siswa;
4) Mengajar adalah memberikan bimbingan belajar kepada
murid;
5) Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk
menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat;
6) Mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat.
2 Pandangan Tokoh Tentang Mengajar
Ada dua pendapat yang berbeda dalam memandang profesi
mengajar. Aliran pertama menganggap mengajar sebagai “ilmu” sedangkan aliran
kedua memandnag mengajar sebagai “seni”.
a. Mengajar Sebagai Ilmu
Mengajar sebagai “ilmu” dipahami bahwa mengajar
merupakan proses kesengajaan, dan karenanya guru harus memiliki ilmu yang
berkaitan dengan pengajaran. Dalam arti guru itu harus dibangun dan dibentuk,
dan tidak bisa menjadi “guru” begitu saja.
Terkait dengan mengajar sebagai profesi, seorang pakar
psikologi pendidikan, J.M. Stephens, berpendapat bahwa seorang yang
professional seharusnya memiliki keyakinan yang mendalam terhadap ilmu yang
berhubungan dengan proses pendidikan ang dapat menyelesaikan masalah-masalah
besar itu. Hal ini penting karena menurutnya mengajar itu terkadang berbentuk
proses yang emosional dan entuasiastik yang dapat menghambat penerapan secara
persis teori-teori ilmu pengetahuan ( Barlow,1985;M.Syah,2010).
Aliran yang memandang mengajar sebagai ilmu itu
diilhami oleh teori perkembangan klasik yang disebut empirisme yang dipelopori
oleh John Locke (1631-1704). Menurut teori ini, pembawaan dan bakat yang diturunkan
tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap perkembangan seseorang. Aliran
empirisme ini menimbulkan istilah “optimisme pedagogik”.
b. Mengajar Sebagai Seni
Mengajar sebagai seni dipahami bahwa, mengajar tidak
menuntut perlunya ilmu dalam mengajar. Akan tetapi mengajar merupakan naluri
yang sudah ada dan melekat dari seseorang.
Sehubungan dengan pandangan mengajar sebagai “ilmu”
ini, Guru besar Sastra Gilbert Hight dalam bukunya The Art of Teaching ( Seni
Mengajar ) menegaskan bahwa,…teaching is an art, not a science yakni mengajar
adalah sebuah seni, bukan sebuah ilmu (Barlow,1985;M.Syah,2010).
Aliran yang mengatakan bahwa mengajar sebagai “seni”
ini hampir sama dengan pandangan nativisme yang dipelopori oleh Arthur
Schopenhauer (1788-1860) yang telah menimbulkan “pesimisme pedagogis” yang
mengesampingkan upaya pendidikan (M.Syah,2010).
Memahami dua pandangan tentu akan membingungkan, mana
yang akan menjadi acuan atau pedoman. Ketika memilih pandangan bahwa mengajar
sebagai “ilmu” dalam arti bahwa untuk menjadi guru, seseorang itu harus
dilatih, dididik atau dengan istilah “dibangun” kita menemukan kadang hasilnya
tidak memuaskan. Begitu juga sebaliknya kadang orang tidak pernah menuntut ilmu
tentang kependidikan justru kualitas pengajaran baik.
Kedua pandangan ini tentu memiliki kelemahan dan
kelebihannya. Mengenai kedua pendapat ini Muhibbin Syah (2010) berpendapat bahwa, antara mengajar sebagai “ilmu’ dan
mengajar sebagai “seni” terdapat benang merah yang membuat keduanya saling
terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian, hubungan
antara bakat keguruan dengan proses belajar yang sesuai dengan bakat itu, ibarat hubungan antara dua
sisi mata uang logam yang berfungsi saling melengkapi.
3 Keterkaitan antara Pengajaran dengan Pendidikan
Umar
Tirta Rahardja (2005) menyatakan bahwa , pengajaran dapat dibedakan dari
pendidikan, tetapi sulit dipisahkan. Misalnya jika anak dikatakan “anak diajar
menulis yanhg baik” lebih terasa sebagai maka pengajaran. Tetapi jika “anak dikembangkan
kegemarannya untuk menulis yang baik” maka mirip dengan pendidikan.
Lebih
jelasnya beliau membedakan antara pengajaran dengan pendidikan sebagai berikut:
a. Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan
tentang bidang tertentu, sedangkan Pendidikan lebih menekankan pada pembentukan
manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai).
b. Pengajaran membutuhkan waktu yang relatif pendek,
sedangkan pendidikan membutuhkan waktu yang relatif lama, dan
c. Pengajaran metodenya lebih bersifat rasional,teknis
dan praktis, sedangkan pendidikan metodenya lebih bersifat psikologis dan
pendekatan manusiawi.
Ada beberapa kesimpulan yang bisa dipahami dari
persoalan pengajaran dan pendidikan adalah:
a. Pengajaran dan Pendidikan dapat dibedakan, tetapi
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling mengisi.
b. Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analistis
agar masing-masing dapat dipahami dengan baik.
c. Pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan
pendidikan, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus
menetap isi bervariasi dan berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar