Jumat, 01 Januari 2016

KONSEP DASAR BELAJAR

Konsep  Dasar Belajar
1 Pengertian Belajar
 Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian belajar berikut akan dijelaskan pendapat beberapa ahli:
1)    Sartain (1973) mengartikannya sebagai  “the process by which a relatively enduring change in behavior accurs a resul of experience or practice” belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif tahan lama sebagai hasil dari pengalaman.
2)    Cronbach (1954) mengemukakan bahwa “learning is shown by a change a behavior as result of experience”.
3)    Whiherington (1950) mengartikan belajar  sebagai suatu perubahan dalam kepribadian sebagaimana  dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan-penguasaan pola respon atau tingkah laku baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan atau pemahaman (syamsui Yusuf, 2007).
4)    Gagne (1984) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Ratna Wills.D,1996).
5)    Abin Syamsudin Makmum (2007) mengartikan belajar sebagai suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.
Dalam beberapa pendapat ahli pendidikan tersebut bisa dipahami bahwa belajar merupakan proses perubahan yang dialami individu atau peserta didik stelah mendapatkan pengalaman.
Dalam proses belajar banyak unsur-unsur atau elemen-elemen yang saling terkait didalamnya. Diantara dijelaskan oleh Cronbach (M.Surya,1979 dalam, S.Yusuf,2007). Bahwa ada tujuh elemen dalam proses belajar:
1)    Tujuan
Perbuatan belajar dimulai, karena ada tujuan yang ingin dicapai. Hal ini mengandung implikasi bahwa belajar itu akan berlangsung dengan baik, bila pelajar atau peserta didik  menyadari secara jelas tentang tujuan yang akan dicapainya.

2)    Kesiapan
Belajar akan berlangsung secara efisien, bila anak didik memiliki kesiapan, baik kesiapan (kematangan) fisik maupun mental.




3)    Situasi
Situasi dapat diartikan sebagai keseluruhan objek (orang,benda,atau lambang) atau berbagai kemungkinan yang mempengaruhi tingkah laku atau individu. Situasi belajar ini perlu diperhatikan, sebab anak didik akan belajar dengan baik apabila situasi belajarnya kondusif (menunjang).

4)    Interpretasi
Interpretasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengarahan perhatian kepada kegiatan-kegiatan situasi, menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman masa lampau, kemudian meramalkan apa yang dapat dilakukan dalam situasi tersebut dalam mencapai tujuan,

5)    Respons (tindakan)
Setelah individu  (peserta didik) menafsirkan atau menginterpretasikan situasi yang dihadapinya, kemudian memilih dan melakukan suatu tindakan yang dianggap paling memadai untuk mencapai tujuannya.

6)    Akibat
Akibat (konsekuensi) yang dialami individu setelah melakukan tindakan terhadap situasi yang dihadapinya, mengkin berhasil (mencapai tujuan yang diharapkan) atau gagal. Jika berhasil, dia akan merasa puas, dan jika gagal dia akan merasa kecewa.

7)    Reaksi terhadap kegagalan
Terdapat berbagai kemungkinan perilaku individu terhadap kegagalan yang dialaminya, seperti : mengulang tindakannya dari awal, berdiam diri, dan kompensasi.

Pendapat lain yang berhubungan dengan unsur-unsur yang mempengaruhi belajar dikemukakan oleh Dollar dan Miller (S.Yusuf,2007), sebagai berikut:

1)    Motivasi ( drives ), siswa harus menghendaki sesuatu ( the leaner must want something );
2)    Perhatian dan mengetahui sasaran (cue), siswa harus memperhatikan sesuatu ( the leaner must notice something );
3)    Usaha ( response), siswa harus melakukan sesuatu ( the leaner must do something);
4)    Evaluasi dan pemantapan (reinforcement), siswa harus memperoleh sesuatu (the leaner must get something).





2 Manifestasi Belajar

         Berdasarkan konsep belajar sudah dipahami bahwa dalam proses belajar akan terjadi perubahan perilaku individu atau peserta didik. Perubahan itu bisa dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Manifestasi atau perwujudan dari perbuatan belajar banyak ragamnya diantaranya adalah :

a)    Kebiasaan
Kebiasaan dapat dipahami sebagai cara berprilaku seseorang yang bersifat tetap atau seragam. Dalam belajar, setiap siswa atau peserta didik yang telah mengalami proses belajar, maka kebiasaan-kebiasan akan tampak berubah. Kebiasaan itu bisa bersifat positif dan negatif.

b)    Keterampilan
Keterampilan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazim nampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Syamsul Yusuf (2007) memahami bahwa, keterampilan merupakan kemampuan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus dan kesadaran intelektual yang tinggi. Untuk memperoleh keterampilan, seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang berbagai hal yang terkait dengan keterampilan itu.

Disamping itu, menurut Reber ( M.Syah,2009 ), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik, melainkan juga pengetahuan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas  sehingga sampai pada mempengaruhi dan memberdayakan orang secara tepat juga dianggap sebagai oaring terampil.

c)    Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan member arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar, seseorang akan mempu mencapai pengamatan yang benar-benar objektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan menyebabkan pengertian yang salah pula. Contoh seorang anak baru pertama kali mendengar radio akan mengira  bahwa penyiar benar-benar berada dalamkotak suara itu. Namun melalui belajar, lambat laun akan diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya, sedangkan penyiarnya jauh berada di studio (M.Syah,2009).



d)    Asosiasi
Menurut Syamsul Yusuf (2007), asosiasi merupakan kemampuan menghubungkan dua buah objek atau mempertautkan peransang (stimulus) dengan respon (jawaban atau tindakan). Kemampuan asosiasi ini diperoleh individu, bila dia telah memiliki pemahaman tentang pertautan antara pengertian-pengertian, konsep-konsep, objek-objek, atau peristiwa yang ada dalam dirinya secara logis.

e)    Hafalan
Hafalan sangat terkait dengan daya ingatan, yaitu kemampuan menerima, menyimpan, dan memproduksi ransangan, baik yang berupa huruf, angka, lambang, maupun idea tau gagasan. Misalnya hafalan tentang syair, peribahasa dll. Bisa dipahami bahwa siswa yang sudah mengalami proses belajar akan bertambahnya simpanan materi dalam memori, serta meningkatnya kemampuan untuk menghubungkan antar materi yang didapat.

f)     Sikap
Dalam arti sempit, sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental, Menurut Bruno (1987), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Bisa dipahami bahwa terbentuknya sikap merupakan bagian dari manifestasi belajar.

g)    Inhibisi
Inhibisi dalam belajar depahami sebagi kesanggupan siwa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakkan lainhya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya (M.Syah,2009).

h)   Apresiasi
Apresiasi merupakan bentuk menifestasi belajar. Apresiasi dipahami sebagai kemampuan individu untuk menghargai, menikmati sesuatu.. Misalnya menghargai karya-karya seni, keindahan alam dan lainnya. Tingkat apresiasi seseorang tergantung pada tingkat pengalaman belajarnya.

i)     Berpikir Rasional
Bentuk perwujudan perilaku belajar yang lain adalah berpikir rasional. Berpikir rasional merupakan kemampuan menghubungkan sebab akibat, menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, dan merumuskan kesimpulan atau generalisasi dengan menggunakan konsep-konsep atau pengertian-pengertian dasar berpikir rasional terjadi dengan jalan mencari jawaban atas pertanyaan. 1) How (bagaimana) dan 2) Why (mengapa).


3 Karakteristik Perilaku Belajar

Abin Syamsudin Makmum (2007), mengidentifikasi bebrapa cirri atau karakteristik perubahan yang merupakan perilaku belajar.

a)    Bahwa Perubahan Intensional
Perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya bukan secara kebetulan dengan demikian perubahan karena kemantapan dan kematangan atau keletihan atau penyakit tidak bisa dipandang sebagai perubahan akibat belajar.

b)    Bahwa perubahan itu positif
Perubahan itu positif, adal arti sesuai dengan yang diharapkan (normatif) atau criteria keberhasilan baik dipandang dari siswa (tingkat abilitas dan bakat khususnya, tugas perkembangan, dan sebagainya) maupun dari segi guru ( tuntutan masyarakat orang dewasa sesuai dengan tingkat kulturnya).

c)    Bahwa perubahan itu efektif
Perubahan efektif artinya membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat diperlakukan dapat diproduksi dan dipergunakan.


4 Bentuk Dasar Aktivitas ( Perbuatan ) Belajar

Belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan individu. Wujud aktivitas belajar itu meliputi beberapa bentuk, seperti mendengarkan,melihat, mencium/membau, meraba, menghafal dan membaca ( Syamsul Yusuf,2007 ).

a)    Mendengarkan
Mendengarkan berarti menyimak informasi dari luar yang disampaikan secara verbal. Melalui pendengaran, individu dapat mengenal, membedakan, menghayati atau menikmati berbagai suara (bunyi). Dalam proses belajar, anak didik memperoleh berbagai informasi tentang ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral atau agama banyak diserap atau diterima melalui pendengaran,

b)    Memandang (melihat)
Setiap ransangan visual memberi kesempatan kepada individu untuk belajar. Melalui pandangannya, individu dapat mengenal warna, bentuk gerak, ukuran dan keindahan tentang berbagai objek yang ada di lingkungannya . Dalam proses belajar, melalui aktivitas ni anak dapat mengenal huruf, angka, lambang membedakan warna, bentuk-bentuk benda , dan mengimitasi atau meniru.
c)    Membau/mencium
Membau merupakan aktivitas untuk mengenal ransangan dari luar melalui indra pencium. Melalui aktivitas ini, individu dapat mengenal dan membedakan setiap bau objek yang ada dilingkungannya.

d)    Meraba/mencicipi
Meraba dan mencicipi merupakan kegiatan sensoris, seperti halnya pada mendengarkan dan memandang. Melalui rabaan, dapat mengenal sifat (keadaan) benda-benda (halus-kasar), dingin-panas, bahka bagi tuna netra, mereka dapat menganal dan membaca huruf dan angka bryle melalui proses rabaan. Sedangkan melalui cicipan, individu dapat menganal rasanya suatu benda, seperti rasa manis, asin, pahit dan masam.

e)    Menghafal
Menghafal merupakan kegiatan utuk menerima atau mencamkan ransangan dengan sengaja, dikehendaki, atau dengan sungguh-sungguh. Untuk mempertinggi daya hafal ini bisa digunakan tiga metode;metode G (metode keseluruhan), yaitu mengulang berkali-kali dari awal sampai akhir, metode T (metode bagian) yaitu menghafal bagian demi bagian, da metode V (metode campuran) yaitu dimulai dengan bagian-bagian kemudian keseluruhan.

f)     Membaca
Membaca dapat diartikan sebagai perbuatan melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, baik dengan melisankannya atau hanya dalam hati. Membaca merupakan perbuatan yang pokok, karena sumber ilmu pengetahuan tentang berbagai hal pada umumnya terdapat dalam barang cetakan, seperti buku, majalah dll.

Senada dengan paparan diatas, Spear (Samadi,1984;Syamsul Yusuf,2007) mengemukakan bahwa yang termasuk perbuatan belajar itu adalah to observer (mengamati), to read (membaca), to imitate (meniru), to try something theselves (mencoba sendiri tentang sesuatu), to listen (mendengar), to follow direction (mengkuti perintah).


2 Konsep Dasar Mengajar

1 Pengertian Mengajar
Secara umum, mengajar merupakan proses transformasi pengetahuan ( knowledge) kepada seseorang. Namun secara lengkap akan dilihat bebrapa pendapat dari ahli, sebagai berikut:

1.    Arifin (1978) mendefinisikan mengajar sebagai “…suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahkan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahkan pelajaran itu”.
2.    Tyson dan Carol (1970), mendefinisikan mengajar ialah...away working with students… a process of interaction…the teacher does something to student; the students do something in return. Mengajar ialah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbale balik antara siwa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
3.    Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah “…suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar  (M.Syah,2010)

Oemar Hamalik (2008) menyimpulkan dari beberapa pendapat tentang makna nmengajar dalam 4 hal:
1)    Menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah;
2)    Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah;
3)    Mengajar adalah usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar siswa;
4)    Mengajar adalah memberikan bimbingan belajar kepada murid;
5)    Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat;
6)    Mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat.

2 Pandangan Tokoh Tentang Mengajar
Ada dua pendapat yang berbeda dalam memandang profesi mengajar. Aliran pertama menganggap mengajar sebagai “ilmu” sedangkan aliran kedua memandnag mengajar sebagai “seni”.
a.    Mengajar Sebagai Ilmu
Mengajar sebagai “ilmu” dipahami bahwa mengajar merupakan proses kesengajaan, dan karenanya guru harus memiliki ilmu yang berkaitan dengan pengajaran. Dalam arti guru itu harus dibangun dan dibentuk, dan tidak bisa menjadi “guru” begitu saja.
Terkait dengan mengajar sebagai profesi, seorang pakar psikologi pendidikan, J.M. Stephens, berpendapat bahwa seorang yang professional seharusnya memiliki keyakinan yang mendalam terhadap ilmu yang berhubungan dengan proses pendidikan ang dapat menyelesaikan masalah-masalah besar itu. Hal ini penting karena menurutnya mengajar itu terkadang berbentuk proses yang emosional dan entuasiastik yang dapat menghambat penerapan secara persis teori-teori ilmu pengetahuan ( Barlow,1985;M.Syah,2010).
Aliran yang memandang mengajar sebagai ilmu itu diilhami oleh teori perkembangan klasik yang disebut empirisme yang dipelopori oleh John Locke (1631-1704). Menurut teori ini, pembawaan dan bakat yang diturunkan tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap perkembangan seseorang. Aliran empirisme ini menimbulkan istilah “optimisme pedagogik”.

b.    Mengajar Sebagai Seni
Mengajar sebagai seni dipahami bahwa, mengajar tidak menuntut perlunya ilmu dalam mengajar. Akan tetapi mengajar merupakan naluri yang sudah ada dan melekat dari seseorang.
Sehubungan dengan pandangan mengajar sebagai “ilmu” ini, Guru besar Sastra Gilbert Hight dalam bukunya The Art of Teaching ( Seni Mengajar ) menegaskan bahwa,…teaching is an art, not a science yakni mengajar adalah sebuah seni, bukan sebuah ilmu (Barlow,1985;M.Syah,2010).
Aliran yang mengatakan bahwa mengajar sebagai “seni” ini hampir sama dengan pandangan nativisme yang dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang telah menimbulkan “pesimisme pedagogis” yang mengesampingkan upaya pendidikan (M.Syah,2010).
Memahami dua pandangan tentu akan membingungkan, mana yang akan menjadi acuan atau pedoman. Ketika memilih pandangan bahwa mengajar sebagai “ilmu” dalam arti bahwa untuk menjadi guru, seseorang itu harus dilatih, dididik atau dengan istilah “dibangun” kita menemukan kadang hasilnya tidak memuaskan. Begitu juga sebaliknya kadang orang tidak pernah menuntut ilmu tentang kependidikan justru kualitas pengajaran baik.
Kedua pandangan ini tentu memiliki kelemahan dan kelebihannya. Mengenai kedua pendapat ini Muhibbin Syah (2010) berpendapat  bahwa, antara mengajar sebagai “ilmu’ dan mengajar sebagai “seni” terdapat benang merah yang membuat keduanya saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian, hubungan antara bakat keguruan dengan proses belajar yang sesuai  dengan bakat itu, ibarat hubungan antara dua sisi mata uang logam yang berfungsi saling melengkapi.


3 Keterkaitan antara Pengajaran dengan Pendidikan
        Umar Tirta Rahardja (2005) menyatakan bahwa , pengajaran dapat dibedakan dari pendidikan, tetapi sulit dipisahkan. Misalnya jika anak dikatakan “anak diajar menulis yanhg baik” lebih terasa sebagai maka pengajaran. Tetapi jika “anak dikembangkan kegemarannya untuk menulis yang baik” maka mirip dengan pendidikan.
       Lebih jelasnya beliau membedakan antara pengajaran dengan pendidikan sebagai berikut:
a.    Pengajaran lebih menekankan kepada aspek pengetahuan tentang bidang tertentu, sedangkan Pendidikan lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai).
b.    Pengajaran membutuhkan waktu yang relatif pendek, sedangkan pendidikan membutuhkan waktu yang relatif lama, dan
c.    Pengajaran metodenya lebih bersifat rasional,teknis dan praktis, sedangkan pendidikan metodenya lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi.
Ada beberapa kesimpulan yang bisa dipahami dari persoalan pengajaran dan pendidikan adalah:
a.    Pengajaran dan Pendidikan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling mengisi.
b.    Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analistis agar masing-masing dapat dipahami dengan baik.
c.    Pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan  pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus menetap isi bervariasi dan berubah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar