BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Guru
merupakan seseorang yang memiliki tugas yang sangat berat yaitu mendidik,
mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga nanti akan tumbuh generasi-generasi
penerus bangsa yang berkualitas yang nantinya akan mengharumkan nama bangsa
Indonesia ini. Berkat tugas yang dipikul oleh seorang guru sangat berat inilah
menjadikannya sebagai seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Seorang
murid Sekolah Dasar yang tidak tahu apa-apa mengenai apa dan bagaimana yang
semestinya dilakukan, pasti dia akan melihat seseorang yang dianggap baik dan
kemudian menirukan apa-apa yang dilakukannya. Dalam hal ini biasanya seorang
murid akan menirukan apa yang dilakukan oleh gurunya. Tidak jauh berbeda dengan
murid Sekolah Dasar, para orang tua murid tersebut pun atau bahkan masyarakat
sekitar akan melihat dan sedikitnya akan meniru perilaku seorang guru. Biasanya
dalam kehidupan bermasyarakat, seorang guru akan lebih dihormati dari pada
masyarakat biasanya lainnya.
Melihat
begitu banyak tugas dan beban yang dipikul, seorang guru harus berhati-hati
dalam melakukan apapun agar nantinya tidak merugikan diri sendiri maupun orang
lain. Selain itu, seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik karena
begitu banyak orang yang memperhatikan bahkan menirukan sikapnya itu. Apabila
seorang guru memiliki kepribadian yang sangat buruk, secara tidak langsung
muridnya pun akan mengikuti apa yang dilakukan oleh gurunya itu. Jika hal ini
terus-menerus dibiarkan begitu saja akan berdampak buruk bagi kehidupan murid
tersebut baik untuk saat itu juga maupun untuk kehidupannya kelak. Negara pun
akan terkena dampak buruknya karena calon-calon pemimpin bangsa mempunyai
kepribadian buruk yang nantinya akan membuat hancur negara ini. Namun
sebaliknya, apabila seorang guru memiliki kepribadian yang sangat baik, seorang
murid akan mengikutinya. Contohnya seorang guru yang selalu tepat waktu datang
ke kelas dan selalu memberikan sanksi kepada murid yang terlambat datang ke
kelas secara tidak langsung guru tersebut memberikan contoh tentang
kedisiplinan kepadanya muridnya. Dengan hal tersebut seorang murid akan datang
tepat waktu karena adanya sanksi tersebut. Walaupun sedikit memaksa, namun cara
ini dapat mempengaruhi kemajukan negara Indonesia ini. Oleh karena itu penulis
ingin membuktikan hal tersebut dan melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Peran
Guru Terhadap Perilaku Peserta Didik di Kalangan Sekolah Dasar”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana
kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru.
1.2.2 Bagaimana
perilaku yang harus dimiliki oleh seorang murid di kalangan Sekolah Dasar.
1.2.3 Bagaimana
pengaruh peran guru terhadap perilaku seorang murid di kalangan Sekolah Dasar.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk
mengetahui kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru.
1.3.2 Untuk
mengetahui perilaku yang harus dimiliki oleh seorang murid di kalangan Sekolah
Dasar.
1.3.3 Untuk
mengetahui pengaruh peran guru terhadap perilaku seorang murid di kalangan
Sekolah Dasar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dapat
mengetahui kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru.
1.4.2 Dapat
mengetahui perilaku yang harus dimiliki oleh seorang murid di kalangan Sekolah
Dasar.
1.4.3 Dapat
mengetahui pengaruh peran guru terhadap perilaku seorang murid di kalangan
Sekolah Dasar.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pribadi Guru
Tiap
orang yang pernah sekolah dan karena itu berhubungaan dengan guru mempunyai
gambaran tertentu tentang kepribadian guru. Ternyata banyak kesamaan mengenai
gambaran orang pada umumnya tentang guru sehingga terbentuklah stereotip guru.
Gambaran tentang guru tampak dalam cerita-cerita, film, sandiwara, karikatur
dalam permainan peranan oleh anak-anak yang belum bersekolah.
Walaupun
gambaran tentang guru itu tidak lengkap dan mungkin juga tidak benar
seluruhnya, namun orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan stereotip
guru itu.
Guru
merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya
orang tidak memandang guru sebagai orang yang pandai yang memepunyai
intelegensi yang tinggi. Orang yang ber-IQ tinggi akan menjadi dokter atau
insinyur dan tidak menjadi guru, walaupun dalam kenyataan terbukti bahwa guru
yang beralih jabatannya dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai jenderal,
gubernur, menteri, duta besar, dan lain sebagainya. Walaupun demikian orang
tetap berpegang pada stereotip guru.
Guru
memang ada lainnya dengan pekerjaan lain. Guru wanita, bila dibandingkan dengan
gadis atau wanita lain yang bekerja di kantor, bersifat lebih serius,
berpakaian lebih konservatif karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak
malu menggunakan pakaian berulang-ulang. Guru lebih kritis terhadap kelakuan
orang lain, mungkin karena telah terbiasa mengecam kelakuan murid. Guru wanita
tidak mudah bergaul dengan sembarangan orang. Dalam hiburan seperti nonton
bioskop ia membatasi diri dan tak suka berjumpa dengan murid di tempat serupa
itu.
Dalam
suatu percobaan diperlihatkan 10 foto, diantaranya tiga foto guru yang khas.
Ternyata bahwa murid-murid yang digunakan sebagai sampel kebanyakan tepat
menerka foto guru, sedangkan untuk jabatan lain tebakan mereka meleset. Dari
percobaan itu tampak bahwa orang memiliki gambaran tentang stereotip guru,
orang yang serius, sadar akan harga diri, bersikap menjaga jarak sosial dengan
orang lain.
Ada beberapa pengertian kepribadian menurut ahli
sosiologi, diantaranya:
a) Menurut Horton (1982)
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan,
ekspresi dan tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu
akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu.
b) Menurut Schever Dan Lamm (1998)
Kepribadian adalah sebagai keseluruhan pola sikap,
kebutuhan, ciri-ciri khas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang
sudah menjadi standar atau baku, sehingga kalau di katakan pola sikap, maka
sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai
situasi yang di hadapi.
Seorang guru memiliki sikap yang dapat mempribadi
sehingga dapat dibedakan ia dengan guru yang lain. Kepribadian menurut Zakiah
Darajat disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya
dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, atau ucapan ketika menghadapi suatu
persoalan.
Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun
psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku
seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Setiap perkataan,
tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan dan kepribadian seseorang.
Begitu naik kepribadian seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut.
Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu
diantaranya:
1. Kepribadian yang mantap dan
stabil:
§ Bertindak
sesuai dengan norma hukum
§ Bertindak
sesuai dengan norma sosial
§ Memiliki
konsisten dalam bertindak
2. Kepribadian berakhlak mulia:
§ Berakhlak
mulia dan menjadi teladan
§ Memiliki
perilaku yang diteladani oleh peserta didik
3. Kepribadian yang dewasa:
§ Menampilkan
kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik
§ Memiliki
etos kerja sebagai guru
4. Kepribadian yang arif:
§ Menampilkan
tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat
§ Menunjukkan
dalam berfikir dan bertindak
5. Kepribadian yang berwibawa:
§ Memiliki
perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik
§ Memiliki
perilaku yang disegani
Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru
dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi
perusak anak didiknya. Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki
sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam
seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan
melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat kewibawaannya, terutama
di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan
nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur
dalam perbuatan dan perkataan.
Guru yang demikian niscaya akan selalu memberikan
pengarahan kepada anak didiknya untuk berjiwa baik juga. Dalam menggerakkan
murid, guru juga dianggap sebagai partner yang siap melayani, membimbing dan
mengarahkan muridnya. Djamarah dalam bukunya “Guru dan Anak didik Dalam
Interaksi Edukatif” menggambarkan bahwa: Guru adalah pahlawan tanpa pamrih,
pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan
pendidikan”.
Kemuliaan hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya. Guru tidak
akan merasa lelah dan tidak mungkin mengembangkan sifat iri hati, munafik, suka
menggunjing, menyuap, malas, marah-marah dan berlaku kasar terhadap orang lain,
apalagi terhadap anak didiknya.
Guru sebagai pendidik dan murid sebagai anak didik
dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan
dalam mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah
kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benar-benar dituntut, seperti
hadits Nabi: ”Khoirunnaasi anfa’uhum linnaas,” artinya sebaik-baiknya manusia
adalah yang paling besar memberikan manfaat bagi orang lain (Al Hadits).
2.2 Perkembangan Pribadi Guru
Kepribadian
guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalakan perannya menurut
kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan
peranan itu akan mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan
yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan
dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya.
Dalam
situasi kelaas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai
“anaknya”. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan
ibu guru. Berkat kedudukannya maka guru didewasakan, di-“tua”-kan sekalipun
menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”.
Orang
tua murid akan memandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan
mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan peranannya
sebagai guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh
lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia
menjadi guru karena diperlakukan dan berlaku sebagai guru.
Apa
yang terjadi dengan guru juga terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan
dan peranan tertentu. Seorang bupati, gubernur ataupun menteri akan
diperlakukan oleh lingkungan sosialnya dengan kehormatan yang layak diberikan
kepada orang berpangkat tinggi. Berkat perlakuan itu bupati atau pejabat tinggi
itu akan membentuk pribadinya yang serasi dengan jabatannya. Caranya berbicara,
senyum, berjalan, duduk, berpakaian, akan disesuaikannya dengan perannya yang
lambat laun menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya
sepanjang hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.
Namun
ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan
peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir, dan lain-lain. Di luar
pekerjaannya ia bebas berkelakuan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh
jabatannya. Akan tetapi guru diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru
selama 24 jam sehari. Apa saja dilakukannya, kapan saja, apakah ia makan di
restoran, menonton bioskop, menerima tamu di rumah ia harus senantiasa sadar
akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus mempertimbangkan film apa ditontonnya,
di restoran mana ia makan, bagaimana ia harus berpakaian sewaktu menerima tamu.
Kedudukannya
sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya.
Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan
dia.
Kepribadian sesungguhnya adalah sesuatu yang abstrak,
sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah
penampilan atau bekasnya dalam segala aspek kehidupan. Misalnya dalam
tindakan, ucapan, caranya bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi persoalan
atau masalah.
Ada 3 faktor yang menentukan dalam perkembangan
kepribadian :
1. Faktor bawaan
Unsur ini terdiri dari bawaan genetik yang
menetukan diri fisik primer (warna mata, kulit) selain itu juga
kecenderungan-kecenderungan dasar misalnya kepekaan, penyesuaian diri.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti sekolah, atau lingkungan
sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat mempengaruhi
terbentuknya kepribadian.
3. Interaksi
bawaan dan lingkungan
Interaksi yang terus menerus antara
bawaan dan lingkungan menyebabkan timbulnya perasaan aku/diriku dalam
diri seseorang.
Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan
seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan
peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial.
Tingkah laku atau moral guru pada umumnya, merupakan
penampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih kecil guru adalah
contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang
pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik.
Jika tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, maka umunya akhak-akhlak anak
didik akan rusak, karena anak mudah terpengaruh oleh orang-orang yang dikaguminya.
Atau dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa
karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang
selama ini didapatnya di rumah dari orang tuanya.
Menurut Athiyah Al-Abrosy bahwasannya sifat-sifat yang
seyogyanya dimiliki seorang guru:
§ Hubungan
guru dengan murid harus baik.
§ Guru harus
selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka.
§ Guru harus
peka terhadap lingkungan sekitar murid.
§ Guru wajib
menjadi contoh/teladan di dalam keadilan dan keindahan serta kemuliaan.
§ Guru wajib
ikhlas di dalam pekerjaannya.
§ Guru wajib
menghubungkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan.
§ Guru harus
selalu membaca dan mengadakan penyelidikan.
§ Guru harus
mampu mengajar bagus penyiapannya dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya.
§ Guru harus
punya niat yang tetap.
§ Guru harus
sehat jasmaninya.
§ Guru harus
punya pribadi yang mantap.
Dalam situasi kelas, guru menghadapi sejumlah murid
yang harus dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid akan
memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat kedudukannya, maka
guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum
pantas menjadi orang tua.
Dalam menjalankan peranannya sebagai guru, ia lambat
laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya
sebagai guru dan ia bereaksi sebagai guru pula. Jadi ia menjadi guru karena
diperlakukan dan belaku sebagai guru.
Kedudukannya sebagai guru, akan membatasi kebebasannya
serta dapat membatasi pergaulannya. Seorang guru tidak akan diajak melakukan
kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru, tetapi seorang guru akan mencari
pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengannya.
2.3 Ciri-ciri Stereotip Guru
Peranan
guru mempengaruhi kelakuannya. Karena tuntutan dan harapan masyarakat dari guru
banyak persamaannya, maka ciri-ciri kepribadian guru juga banyak menunjukkan
persamaan. Menurut suatu penelitian pada umumnya terdapat ciri-ciri yang
berikut pada guru :
§ Guru
tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel. Ia cenderung mempunyai
pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia kurang terbuka bagi pendirian
lain yang berbeda. Karena sifat ini ia sulit melihat kebenaran pendapat orang
lain atau cara orang lain memecahkan suatu masalah. Guru tidak suka diberi pertanyaan
oleh murid, apalagi menerima jawaban yang berbeda dengan guru.
§ Guru
pandai menahan diri. Ia hati-hati dan tidak segera menceburkan diri dalam
pergaulan dengan orang lain. Karena itu ia tidak dapat memberikan partisipasi
penuh dalam kegiatan sosial.
§ Guru
cenderung untuk menjauhkan diri karena hambatan batin untuk bergaul secara
intim dengan orang lain. Orang lain juga sukar untuk mengadakan hubungan akrab
dengan orang lain.
§ Guru
berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan kelakuannya pada norma-norma
yang berkenaan dengan kedudukannya. Bagunya guru itu orang terhormat dan karena
itu ia harus berkelakuan sesuai dengan kedudukan itu.
§ Guru
cenderung untuk bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi. Sebagai
orang yang serba tahu dalam kelas ia akan memprlihatkan sikap yang sama di luar
kelas.
§ Guru
cenderung bersikap konservatif baik dalam pendiriannya maupun dalam hal-hal
lahiriah seperti mengenai pakaian. Sebagai guru ia bertugas untuk menyampaikan
kebudayaa nenek moyang kepada generasi muda dan dengan demikian turut
mempertahankan dan mengawetkan kebudayaan.
§ Guru
pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Seorang
memasuki lembaga pendidikan guru, sering karena pilihan lain tertutup.
§ Guru
pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan.
§ Guru
lebih cenderung untuk mengikuti pimpinan daripada memberi pimpinan.
§ Guru
dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai masalah.
§ Guru
cenderung untuk memandang guru-guru sebagai kelompok yang berbeda dari golongan
pekerja lainnya. Kecenderungan ini turut menimbulkan stereotip guru.
Gambaran di atas tentang
ciri-ciri guru tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun orang mempunyai suatu
bayangan tertentu tentang pribadi guru pada umumnya. Walaupun gambaran itu
tidak benar sepenuhnya, orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan
gambaran yang ada padanya.
2.4 Peran Guru
Di sekolah guru berperan sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar. Namun, tidak hanya berperan dalam KBM
saja melainkan sangat berperan penting juga dalam proses pembentukan dan
perkembangan perilaku siswa didiknya.
Sebagai pendidik, guru
tidak hanya bertugas memberi dan menyampaikan materi mata pelajaran saja,
melainkan harus dapat membimbing, mengarahkan dan memberi teladan yang
baik untuk siswa didiknya sehingga dapat membantu menumbuhkan dan mengembangkan
perilaku yang baik semua siswa didiknya.
Guru harus menjadi panutan dan
dihormati oleh semua siswanya, untuk itu guru harus mampu memberikan dan
menunjukan contoh perilaku yang baik dalam setiap kesempatan, baik di sekolah
maupun di luar. Misalnya, saat menerangkan sesuatu permasalahan atau
menjelaskan materi tidak menggunakan atau memberikan kata-kata yang kurang baik
untuk seusia anak SD. Menunjukan sikap disiplin, misalnya guru harus
membiasakan datang ke sekolah dan masuk kelas tepat waktu. Agar semua siswanya
termotivasi untuk datang dan masuk kelas lebih awal sehingga tidak akan ada
yang terlambat masuk kelas. Menanamkan nilai-nilai moral yang sangat penting bagi
perkembangan psikologi siswa. Misalnya, mengajarkan kepada siswanya bahwa
sebagai yang muda harus menghormati yang lebih tua dari kita.
Menurut Farwell dan Peter dalam
Stone (1983) “Titik berat bimbingan di Sekolah Dasar adalah pada pengembangan
pemahaman diri dan memberi kemudahan belajar kepada siswa.”(Pendidikan Anak di
SD (2007:1124)).
Bahwa seorang guru membimbing
murid-muridnya yaitu pada pengembangan perilaku dan pemahaman diri untuk
mempunyai akhlak dan perilaku yang baik dari contoh yang diberikan oleh guru
itu sendiri dan guru juga harus memberikan kemudahan dalam proses belajar
mengajar dengan cara menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tidak
membosankan sehingga siswa dapat mengikuti KBM dengan perasaan yang
menyenangkan dan semua materi yang disampaikan bisa diserap muridnya dengan
mudah dan cepat.
Perilaku atau sikap guru akan
memberikan warna yang tersendiri terhadap watak siswanya kedepan.Yaitu teladan
yang ditunjukan oleh seorang guru akan lebih mudah dan cepat diserap atau melekat
dalam perilaku siswa didiknya dibandingkan dengan materi mata pelajaran yang
disampaikannya.
Seorang pendidik hanya dapat
memberikan kepada anak didiknya apa-apa yang dipunyainya (Purwanto:2004).
Pendapat itu menjelaskan bahwa jika seorang pendidik atau guru itu sendiri
sering berbuat sesuatu yang tidak baik atau salah terhadap siswanya maka akan
sia-sia semua apa yang telah ia berikan kepada siswanya itu.
Namun, masih banyak guru yang tidak
memahami tugas-tugas seorang guru, yang dipahaminya hanya memberikan materi
mata pelajaran saja, tetapi tidak disertai dengan mencontohkan perilaku yang
baik agar guru dapat menjadi teladan atau panutan bagi semua siswa didiknya
tersebut. Bahkan ada guru yang beranggapan bahwa jika proses pembelajaran di
kelas telah selesai, maka selesai pula tugasnya. Bahkan tidak menutup
kemungkinan mereka mengabaikan tugas mengajarnya demi kepentingan pribadinya
masing-masing. Misalnya apabila seoarang guru mempunyai kepentingan pribadi di
luar kegiatan sekolah, maka guru itu akan lebih mementingkan kepentingan
pribadinya itu dibandingkan dengan tugasnya sebagai seorang pendidik. Akhirnya
siswanya tersebut hanya diberikan tugas saja, sehingga mereka akan terlantar
dan proses belajarnya tidak akan berjalan dengan efektif. Biasanya hal ini
sering terjadi pada kelas tinggi yaitu kelas 4,5 dan 6.
Siswa sangat mengharapkan guru yang
ideal yaitu yang dapat memberikan keteladanan dan contoh-contoh perilaku yang
baik dalam kehidupan sehari-hari, serta bukti apa yang dikatakan guru tersebut pasti
siswanya akan melakukan sesuai perintah tersebut. Guru yang baik atau teladan
adalah guru yang ketika ia menyuruh siswanya untuk disiplin maka ia harus
terlebih dahulu belajar untuk disiplin. Misalnya seorang guru memerintahkan
siswanya untuk membuang sampah pada tempatnya, maka gurulah yang terlebih dulu
mencontohkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Jadi, guru selalu
mengedepankan perbuatan kemudian menyampaikan kepada siswa didiknya. Karena
anak-anak selalu melihat dan mencontoh apa yang dilkukan seorang gurunya.
Tetapi jika hanya mendengarkan saja pasti yang didengarnya itu akan terlintas
sesaat kemudian akan hilang oleh perbuatan guru lainnya.
Untuk itu, menjadi seorang guru
harus bisa dijadikan teladan oleh semua siswa didiknya, mengetahui dan
memahami tugas-tugas seorang guru yang baik dan teladan bukan hanya memberikan
materi mata pelajaran saja tetapi memberikan contoh perilaku yang dapat
menumbuhkan dan mengembangkan akhlak dan perilaku siswa didiknya, apalagi siswa
sekolah dasar mudah menyerap apa yang dicontohkan oleh orang yang lebih dewasa
terutama gurunya.
2.5 Jenis-Jenis Hubungan Guru-Murid
Hubungan
guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang
dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi
yang dihadapi. Untuk mempelajarinya, kita dapat berpegang pada tipe-tipe
guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang
ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya. Guru yang otoriter tak mengizinkan
anak melewati batas atau jarak social tertentu. Guru itu tak ingin murid
menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi rekreasi ia mempertahankan jarak
itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak untuk memberikan perintah.
Diharapkannya agar perintah itu juga ditaati. Guru yang otoriter ini yang
mungkin dianggap kurang ramah tidak akan diajak oleh murid-muridnya dalam
kegiatan santai yang gembira. Murid juga tidak akan mudah membicarakan
soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak terdapat hubungan
yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti, mungkin juga kurang disukai
atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat-sifat baik.
Sebaiknya
guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut
serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin
dianggap kurang berwibawa.
Tipe guru
yang murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada.
Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu.
Akan tetapi kedua tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk
menganalisis hubungan antara guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru
dalam hubungannya dengan murid-muridnya akan mendekati salah satu tipe itu
dalam taraf yang berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu
merupakan faktor utama yang menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru
tertentu mungkin lebih efektif terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah
murid tipe guru yang otoriter yang efektif, sedangkan bagi murid
lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.
Adapun hubungan guru – murid dikatakan baik apabila
hubungan itu memilki sifat-sifat sebagai berikut:
§ Keterbukaan,
sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu
sama lain;
§ Tanggap
bilaman seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain;
§ Saling
ketergantungan antara satu dengan yang lain;
§ Kebebasan
yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya,
kreatifitasnya dan kepribadiannya;
§ Saling
memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak
terpenuhi.
2.6 Reaksi Murid Terhadap Peranan Guru
Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status
yang dimiliki oleh manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam
wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan.
Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru
yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas
dan mengancam adanya perbedaan antara status guru dan murid.[5]
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi
sosial antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada
tindakan guru yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana
reaksi murid terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang
guru itu. Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian.
2.7 Perilaku Murid Berhubungan Dengan Perilaku Guru
Kita dapat mengamati perilaku anak dalam kelas dan
mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru. Tak semua perbuatan anak
diakibatkan perbuatan guru. Juga tidak selalu mudah dipastikan bahwa perilaku
anak ada hubungannya dengan perilaku guru. Perilaku guru yang sama mungkin
berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SM.
Perilaku anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa
(1) perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak pada anak SD
dengan mengicap jari, menarik-narik rambut, (2) perbuatan yang tak bertalian
dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke depan, kiri-kanan, (3) bercakap-cakap
atau berbisik-birik dengan anak lain, (4) main-main dengan sesuatu,
(5) mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh guru, (6) tidak mematuhi perintah
guru, melakukan sesuatu yang mengganggu pelajaran.
Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap perilaku
guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan
perintah guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan kerjasama,
turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi bantuan dan
dengan demikian memperlancar pelajaran.
Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa
bila guru itu dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap,
berbisik-bisik atau mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi,
bermain-main dengan sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak
mengindahkan guru. Mereka kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah
pikirannya secara sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau
mengajukan pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan / pada guru yang
integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan pendapatanya,
lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama.
Dominasi guru tak selalu berhasil untuk mencapai
kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau tantangan sekalipun
dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru terhadap murid dapat
menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang lain yang lebih lemah.
Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh guru cenderung untuk
menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain sebagai kompensasi.
Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang
berikut: (1) guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid yang
tidak menunjukkan sikap kerjasama, (2) murid-murid di bawah pimpinan guru-guru
dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap murid-murid lain, (3) guru-guru
yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan murid akan menimbulkan
sikap kerjasama pada muridnya, baik terhadap guru mapun terhadap murid lainnya.
Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan melakukannya
dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain.
Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang.
Mereka ingin diakui kepribadiannya. Khususnya pemuda pada masa pubertas justru
ingin membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya. Karena itu
mereka peka akan ucapan atau tindakan yang
menyinggung perasaan dan harga dirinya. Terhadap tindakan yang demikian mereka
berontak secara terbuka atau tersembunyi. Akan tetapi dalam hal pelajaran dan
sekolah mereka ingin mendapat guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat
menegakkan dan memelihara disiplin. Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa
kewibawaan, otoritas atau dominasi guru murid-murid tidak akan belajar
sungguh-sungguh. Dominasi guru dapat dijalankan tanpa menyinggung perasaan atau
harga diri murid dan secara obyektif dapat ditujukan untuk mencapai hasil
belajar yang diharapkan. Untuk mencapai hasil akademis tampaknya guru yang
dominatif lebih serasi daripada guru yang integratif atau demokratis. Guru yang
demoratis-integratif akan lebih disenangi oleh murid akan tetapi dalam
pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan mereka akan ketinggalan. Dalam
pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru dominatif cenderung untuk mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang
integratif akan cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
Seorang guru harus menguasai materi yang akan
diberikan kepada muridnya, harus dapat mendidik muridnya bukan hanya
mengajarkan pelajaran saja, seorang guru juga harus bisa mengayomi muridnya.
Tidak kalah pentingnya juga seorang guru harus memiliki perilaku yang baik,
sopan santun, harus bisa memiliki dan menjaga kewibawaannya, tegas, bisa
memberikan contoh yang baik kepada anak muridnya, sabar, ikhlas, memiliki
mental yang kuat, sehat fisik.
Peran guru sangat berpengaruh terhadap kepribadian
muridnya karena guru merupakan orang tua anak di sekolah yang bertugas untuk
mendidik dan mengarahkan kearah yang lebih baik, orang tua pun telah
mempercayakan semua itu dan terlebih lagi sekolah merupakan tempat untuk
membentuk karakter siswa.
Murid terkadang mengikuti apa yang dilakukan oleh
gurunya contohnya ketika seorang guru memberikan tugas yang harus dikerjakan,
murid tersebut akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Berbeda ketika murid
tersebut berada di rumah masing-masing kemudian murid tersebut diberi perintah
untuk melakukan sesuatu oleh orang tuanya, kebanyakan dari mereka menolak perintah
itu. Contoh lain, ada seorang guru yang memberikan nasihat untuk tidak
mengambil barang milik orang lain, secara tidak langsung murid tersebut akan
mengingat perkataan tersebut dan akan berfikir ulang untuk melakukan hal
tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah pada bab
terdahulu, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :
4.1.1 Guru hendaknya
memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:
§ Kepribadian
yang mantap dan stabil: bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai
dengan norma sosial, memiliki konsisten dalam bertindak.
§ Kepribadian
berakhlak mulia: berakhlak mulia dan menjadi teladan, memiliki perilaku yang
diteladani oleh peserta didik.
§ Kepribadian
yang dewasa: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik, memiliki
etos kerja sebagai guru.
§ Kepribadian
yang arif: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik,
sekolah dan masyarakat, menunjukkan dalam berfikir dan bertindak.
§ Kepribadian
yang berwibawa: memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik,
memiliki perilaku yang disegani.
4.1.2 Perilaku
yang harus dimiliki oleh seorang murid Sekolah Dasar adalah perilaku-perilaku
yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku namun semua itu tidak harus
menghilangkan karakteristik murid Sekolah Dasar dimana seusia ini anak-anak senang
bermain.
4.1.3 Peran guru
sangat berpengaruh terhadap perilaku seorang murid di kalangan Sekolah Dasar
karena murid tersebut lebih banyak menghabiskan waktu mereka di sekolah dan di
sekolah tersebut mereka diawasi dan dididik oleh seorang guru.
4.2
Saran
4.2.1 Untuk
seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik sehingga nanti akan tercipta
generasi penerus bangsa yang memiliki kepribadian baik pula.
4.2.2 Untuk orang
tua harus lebih teliti dalam memilih sekolah untuk anak agar anak tersebut
tidaak menjadi salah arah.
4.2.3 Untuk
pemerintah harus lebih teliti dalam menetukan guru-guru yang berkualitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution,
S. 2004. Sosiologi Pendidikan.
Bandung : Bumi Aksara
http://rapendik.com/program/halo-pendidikan/smart-parenting/738-peran-kepribadian-guru-dalam-membentuk-kepribadian-siswa.html, https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=perilaku%20siswa%20sd,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar